Searching...
31.8.10

Bernafaslah II

**

25 November 2009

Sekarang yang ada hanya aku dan semua pertanyaan di batinku yang tak menemui jawabnya. Mengapa aku justru yang berada di kursi ini melihat Fadli tak bernyawa dibalut dengan kain putih di sekujur tubuhnya?

Bukankah harusnya aku yang terbaring lemah tak berdaya dan Fadli harusnya sedang ada di Negara Kincir Angin itu melanjutkan studi S2 nya?

Berkali-kali aku coba mengingat apa yang diceritakan oleh adik kesayangan Fadli kepadaku. Bagaimana Fadli sebenarnya telah mengetahui semua penyakitku di 2 tahun perjalanan cinta kami, namun ia tetap diam. Diam di depanku, tapi tidak di belakangku. Setelah ia tahu bahwa jantung ini hanya dapat berdetak setidaknya 1 tahun lagi, ia pun berusaha mencari segala cara untuk menyembuhkanku. Semuanya tanpa sepengetahuanku sama sekali. Dengan diamnya, ia berkonsultasi dengan beberapa dokter di Belanda untuk menyembuhkanku.

**

Dan hari ini, hari pemakamannya. Aku hanya dapat melihatnya pergi ke peristirahatan terakhirnya dengan sepucuk surat tulisan tangannya yang lembut.


Dear Gea,

Mungkin saat kamu membaca surat ini kamu sedang menangis melepas kepergianku?

Jangan ya sayang, kamu tidak perlu menangis.

Ragaku memang pergi, namun cintaku tidak akan pernah pergi sedetik pun. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan.

Jangan bertanya kenapa. Karena kamu sudah tau jawabannya.

Tetaplah hidup ya sayang, kejar mimpimu yang setinggi langit ketujuh itu. Jangan pernah menyerah, karena aku selalu bersamamu.

Hiduplah untukku, cintailah hidupmu seperti kamu mencintaiku.


Love,
Fadli.


**
Apa yang ada di pikirannya sih? Menyerahkan hidupnya untukku? Dia pikir ini lelucon apa? Dari dulu aku memang tak mengerti pola pikirnya. Tapi kali ini?

Aku mencoba mengingat-ingat lagi apa yang adiknya ceritakan. Bagaimana Fadli selama ini setelah putus dariku pun, tetap perduli dan menjagaku dari jauh. Bagaimana Fadli berkonsultasi dengan beberapa ahli jantung di Belanda untuk menyembuhkanku. Betapa antusiasnya Fadli saat dokter menemukan cara menyembuhkanku.

”Berat mungkin awalnya mba, saat mas Fadli memutuskan untuk memberikan jantungnya untuk mba Gea. Tapi mas Fadli sungguh-sungguh ingin mba. Waktu itu yang dia takutkan adalah apa mba Gea bisa hidup tanpa dia. Makanya dia, butuh waktu sampai akhirnya yakin kalau mba Gea bisa.” Terang Vito, adik satu-satunya Fadli.

Saat mendengar pengakuan Vito pun, aku tak meneteskan air mata. Justru sebaliknya, Vito yang menangis.

”Alasan mas Fadli ngelakuin semua ini adalah mba Gea. Karena bagi mas Fadli, dia sudah cukup membahagiakan kedua orang tuanya hingga mereka menemui ajalnya. Vito juga sudah dewasa dan mandiri. Trus, sekarang satu-satunya orang yang harus dijaganya adalah mba Gea. Makanya dia memutuskan untuk memberikan jantungnya ke mba.” sambung Vito dengan suaranya yang hampir habis karena menangis.

**
25 November 2010.

Setahun sudah kepergiannya.

Fadli, cintanya selalu berdetak di dalam ragaku. Memberiku hidup dan membuatnya menjadi lebih berarti setiap harinya.

Dear Fadli,

Setahun sudah kita bersama. Kini aku tau bagaimana rasanya jantungmu berdetak setiap saatnya dengan terus mencintaiku dengan tulus.

Aku mencintaimu Fadli.

Menjalani hidup tanpamu aku memang tak bisa. Namun bersama-sama dengan jantungmu ditubuhku? Itu lebih dari cukup.

Tunggu aku sayang, suatu hari kita akan bertemu kembali.

Love,
Gea

Terima kasih Tuhan, hidup bersamanya dengan detak jantungnya di ragaku, mungkin adalah hal terbaik dalam hidupku bersamanya. :)


The End.

Created by: Lidia

0 komentar:

 
Back to top!